3. ANALISIS LEMAK
1. Pendahuluan
Lemak merupakan salah satu kandungan utama dalam
makanan, dan penting dalam diet
karena beberapa alasan. Lemak merupakan salah satu
sumber utama energi dan mengandung
lemak esensial. Namun konsumsi lemak berlebihan
dapat merugikan kesehatan, misalnya
kolesterol dan lemak jenuh. Dalam berbagai makanan,
komponen lemak memegang peranan
penting yang menentukan karakteristik fisik
keseluruhan, seperti aroma, tekstur, rasa dan
penampilan. Karena itu sulit untuk menjadikan
makanan tertentu menjadi rendah lemak (low
fat), karena jika lemak dihilangkan, salah satu
karakteristik fisik menjadi hilang. Lemak juga
merupakan target untuk oksidasi, yang menyebabkan
pembentukan rasa tak enak dan produk
menjadi berbahaya.
Analisis lemak dalam makanan meliputi :
• Kadar lemak total
• Jenis lemak yang ada
• Sifat fisikokima lemak, seperti kristalisasi,
titik leleh, titik asap, rheologi, densitas dan
warna
• Struktur lemak dalam makanan
2. Sifat Lemak dalam Makanan
Lemak biasanya dinyatakan sebagai komponen yang
larut dalam pelarut organik (seperti eter,
heksan atau kloroform), tapi tidak larut dalam air.
Senyawa yang termasuk golongan ini
meliputi triasilgliserol, diasilgliserol,
monoasilgliserol, asam lemak bebas, fosfolipid, sterol,
karotenoid dan vitamin A dan D. Fraksi lemak sendiri
mengandung campuran kompleks dari
berbagai jenis molekul. Namun triasilgliserol
merupakan komponen utama sebagian besar
makanan, jumlahnya berkisar 90-99% dari total lemak
yang ada.
Fosfolipid Dr.RH : Analisis Makanan_3. Analisis
Lemak 2
Triasilgliserol merupakan ester dari tiga asam lemak
dan sebuah molekul gliserol. Asam
lemak yang ditemukan di makanan bervariasi panjang
rantainya, derajat ketidakjenuhannya
dan posisinya pada molekul gliserol. Akibatnya
fraksi triasilgliserol sendiri mengandung
campuran kompleks dari berbagai jenis molekul yang
berbeda. Masing-masing jenis lemak
mempunyai profil lemak yang berbeda yang menentukan
sifat fisikokimia dan nutrisinya.
Istilah lemak, minyak dan lipid sering digunakan
secara berbeda oleh ahli makanan.
Umumnya yang dimaksud lemak adalah lipid yang padat,
sedangkan minyak adalah lipid
yang cair pada suhu tertentu.
3. Pemilihan dan Persiapan Sampel
Validitas hasil analisis tergantung sampling yang
baik dan persiapan sampel sebelum
dilakukan analisis. Idealnya komposisi sampel yang
dianalisis harus mendekati sama dengan Dr.RH : Analisis Makanan_3. Analisis
Lemak 3
kondisi makanan saat sampel diambil. Preparasi
sampel pada analisis lemak tergantung pada
jenis makanan yang dianalisis (contoh daging, susu,
kue dan krim), sifat komponen lemak
(seperti volatilitas, peluang oksidasi, kondisi
fisik) dan jenis prosedur analisis yang
digunakan (seperti ekstraksi solven, ekstraksi
non-solven, instrumentasi). Untuk menentukan
prosedur preparasi sampel, perlu diketahui struktur
fisik dan lokasi lemak penting dalam
makanan. Umumnya preparasi sampel harus ilakukan
dalam lingkungan yang meminimalkan
perubahan spesifik terhadap lemak. Jika oksidasi
menjadi masalah, penting untuk melakukan
preparasi sampel dalam atmosfer nitrogen, temperatur
rendah, minim cahaya atau dengan
penambahan antioksidan. Bila kandungan lemak
padat atau struktur kristal penting,
perlu
dilakukan kontrol suhu dan penanganan sampel secara
khusus.
4. Penentuan Kadar Lemak Total
4.1. Pendahuluan
Kadar lemak total dalam makanan perlu ditentukan
karena:
• Faktor ekonomi
• Aspek legal (mematuhi standar/aturan pelabelan
nutrisi)
• Aspek kesehatan (perkembangan makanan rendah
lemak)
• Aspek kualitas (sifat makanan tergantung kadar
lemak total)
• Faktor proses (kondisi proses tergantung kadar
lemak total)
Karakteristik fisikokimia utama dari lemak yang
digunakan untuk membedakan lemak dari
komponen lain dalam makanan adalah kelarutannya
dalam pelarut organik,
ketidaktercampuran dengan air, karakteristik
fisik (densitas yang rendah dan sifat
spektroskopik.
Teknik analisis berdasarkan ketiga karakter di atas
diklasifikasikan menjadi :
(i) ekstraksi
solven
(ii)
ekstraksi non-solven
(iii) metode
instrumental
4.2. Ekstraksi Solven
Fakta bahwa lemak larut dalam air, tapi tidak larut
dalam air, membuat pemisahan lemak dari
komponen makanan lain yang larut air seperti
protein, karbohidrat dan mineral, menjadi
mudah. Teknik ekstraksi solven merupakan metode yang
paling sering digunakan untuk
isolasi lemak dan menentukan kandungan lemak dalam
makanan.
Preparasi Sampel
Preparasi sampel untuk ektraksi solven biasanya
meliputi beberapa tahap: Dr.RH : Analisis Makanan_3. Analisis Lemak 4
• Pengeringan sampel. Sampel perlu dikeringkan
sebelum ekstraksi solven, karena
beberapa pelarut organik tidak bisa berpenetrasi
dengan baik bila ada air dalam
sampel makanan, sehingga ekstraksi menjadi tidak
efisien.
• Pengecilan ukuran partikel. Sampel kering
biasanya perlu dihaluskan sebelum
ekstraksi solven untuk menghasilkan sampel yang
homogen dan meningkatkan luas
permukaan lemak. Penghalusan sering dilakukan pada
suhu rendah untuk mengurangi
oksidasi lemak.
• Hidrolisis asam. Beberapa jenis makanan
mengandung lemak yang membentuk
kompleks dengan protein (lipoprotein) atau
polisakarida (glikolipid). Untuk
menentukan kadar senyawa ini, perlu dilakukan
pemutusan ikatan antara lemak dan
komponen non-lemak sebelum ekstraksi solven.
Hidrolisis asam umumnya dilakukan
untuk melepaskan lemak terikat sehingga lebih mudah
terekstraks, misalnya dengan
mendigesti sampel selama 1 jam dengan HCl 3N.
• Pemilihan solven. Solven ideal untuk ekstraksi
lemak harus mampu secara sempurna
mengesktraksi semua komponen lemak dari makanan, dan
meninggalkan komponen
selain lemak. Efisiensi solven tergantung polaritas
lemak yang ada. Lemak polar
(seperti glikolipid atau fosfolipid) lebih mudah
larut dalam solven yang lebih polar
(alkohol) dari pada dalam solven non-polar (seperti
heksan). Sebaliknya lemak nonpolar (seperti triasilgliserol) lebih mudah larut
dalam solven non-polar dibanding
dalam solven polar. Fakta bahwa lemak yang
berbeda mempunyai polaritas yang
berbeda menyebabkan tidak mungkin menggunakan
pelarut organik tunggal untuk
mengesktraksi semuanya. Sehingga penentuan kandungan
lemak total menggunakan
ekstraksi solven tergantung pada pelarut organik
yang digunakan untuk ekstraksi.
Selain pertimbangan di atas, solven juga harus
murah, mempunyai titik didih rendah
(sehingga mudah dipisahkan dengan evaporasi),
non-toksik dan tidak mudah terbakar.
Pelarut yang biasa digunakan untuk penentuan
kadar lemak total dalam makanan
adalah etil eter, petroleum eter, pentan dan
heksan.
Macam-macam Ekstraksi Solven :
a. Batch Solvent Extraction
Metode ini dilakukan dengan mencampur sampel dan
solven dalam wadah yang sesuai
(misalnya corong pisah). Wadah dikocok kuat, solven
organik dan fase air dipisahkan (oleh
gravitasi atau dengan sentrifugasi). Fase air
dihilangkan, dan konsentrasi lemak ditentukan
dengan menguapkan solven dan mengukur massa lemak yang
tersisa.
% lemak = 100
x (berat lemak / berat sampel)
Prosedur ini harus diulang beberapa kali untuk
meningkatkan efisiensi proses ekstraksi. Fase
air diekstraksi kembali dengan solven baru, kemudian
semua fraksi solven dikumpulkan dan
kadar lemak ditentukan dengan penimbangan setelah
solven diuapkan. Dr.RH : Analisis
Makanan_3. Analisis Lemak 5
b. Semi-Continuous Solvent Extraction
Alat yang paling sering digunakan dalam metode
ini adalah soxhlet, dimana efisiensi
ekstraksi lebih baik dari pada metode Batch Solvent Extraction. Sampel dikeringkan,
dihaluskan dan diletakkan dalam thimble berpori.
Thimble diletakkan dalam alat soxhlet yang
dihubungkan dengan kondensor. Labu soxhlet
dipanaskan, solven menguap, terkondensasi
dan masuk ke bejana ekstraksi yang berisi sampel,
dan mengesktraksi sampel. Lemak
tertinggal di labu karena perbedaan titik didih.
Pada akhir ekstraksi, solven diupakan dan
massa lemak yang tersisa ditimbang.
Prosedur :
1. Timbang kurang lebih 2 g sampel, masukkan dalam timble ekstraksi.
2. Timbang labu ekstraksi yang telah dikeringkan.
3. Masukkan eter anhidrat dalam labu didih (labu
ekstraksi).
4. Rangkai alat : labu didih, labu soxhlet,
kondensor.
5. Lakukan ekstraksi dengan kecepatan tetesan solven
dari kondensor 5-6 tetes per detik
selama 4 jam.
6. Keringkan labu didih yang berisi ekstrak lemak di
oven pada 100
◦
C selama 30 min,
dinginkan di desikator dan timbang.
% lemak = 100 x (berat lemak / berat sampel)
c. Continuous Solvent Extraction
Metode Goldfish merupakan metode yang mirip
dengan metode Soxhlet kecuali labu
ekstraksinya dirancang sehingga solven hanya
melewati sampel, bukan merendam sampel. Dr.RH : Analisis Makanan_3. Analisis
Lemak 6
Hal ini mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk
ekstraksi, tapi dengan kerugian bisa terjadi
“saluran solven” dimana solven akan melewati jalur
tertentu dalam sampel sehingga ekstraksi
menjadi tidak efisien. Masalah ini tidak terjadi
pada metode Soxhlet, karena sampel terendam
dalam solven.
d. Accelerated Solvent Extraction
Efisiensi ekstraksi solven dapat ditingkatkan dengan
melakukannya pada suhu dan tekanan
tinggi. Efektivitas solven untuk ekstraksi lemak
dari sampel makanan meningkat dengan
peningkatan temperatur, namun tekanan juga harus ditingkatkan
untuk menjaga solven tetap
dalam keadaan cair. Hal ini akan mengurangi
jumlah pelarut yang dibutuhkan sehingga
menguntungan dari sisi lingkungan. Sudah tersedia
instrumen untuk ekstraksi lemak pada
suhu dan tekanan tinggi.
e. Supercritical Fluid Extraction
Ekstraksi solven dapat dilakukan dengan alat khusus
menggunakan CO2 superkritik sebagi
pelarut, yang sangat ramah lingkungan karena tidak
menggunakan pelarut organik. Bila CO2
ditekan dan dipanaskan di atas temperatur kritis
tertentu, akan menjadi cairan superkritik,
yang mempunyai karakteristik gas maupun cairan.
Karena CO2 berbentuk gas maka mudah
berpenetrasi
ke dalam sampel dan mengekstraksi lemak, dan karena juga berbentuk cair
maka CO2 dapat melarutkan sejumlah besar lemak (terutama
pada tekanan tinggi). Dr.RH : Analisis
Makanan_3. Analisis Lemak 7
Prinsip dari alat ini adalah, sampel makanan
dipanaskan dalam bejana bertekanan tinggi
kemudian dicampur dengan cairan CO2 superkritik. CO2
mengekstraksi lemak dan
membentuk lapisan solven terpisah dari komponen air.
Tekanan dan suhu solven kemudian
diturunkan menyebabkan CO2 berubah menjadi gas,
sehingga menyisakan fraksi lemak.
Kandungan lemak dalam makanan dihitung dengan
menimbang lemak yang terekstraksi,
dibandingkan dengan berat sampel.
4.3. Metode Ekstraksi Cair Nonsolven
Sejumlah ekstraksi cair tidak menggunakan pelarut
organik untuk memisahkan lemak dari
bahan lain dalam makanan, contohnya dengan metode
Babcock, Gerber dan Deterjen, yang
sering digunakan untuk menentukan kadar lemak dalam
susu dan produk olahan (dairy
product).
Metode Babcock
Sejumlah sampel susu dipipet secara akurat ke dalam
botol Babcock. Asam sulfat dicampur
dengan susu, yang akan mendigesti protein,
menghasilkan panas dan merusak lapisan yang
mengelilingin droplet lemak, sehingga melepaskan
lemak. Sampel kemudian disentrifuse saat
masih panas (55-60
o
C) yang akan menyebabkan lemak cair naik ke leher
botol. Leher botol
telah diberi skala yang menunjukkan persen lemak.
Metode ini membutuhkan waktu 45
menit, dengan presisi hingga 0,1%. Metode ini tidak
menentukan kadar fosfolipid dalam
susu, karena berada di fase air atau di antara fase
lemak dan air.
Susu krim keju
Metode Gerber
Metode ini mirip dengan metode Babcock, tapi
menggunakan asam sulfat dan isoamil
alkohol, dengan bentuk botol yang sedikit berbeda.
Metode ini lebih cepat dan sederhana
dibanding metode Babcock. Isoamil alkohol digunakan
untuk mencegah pengarangan gula
karena panas dan asam sulfat, yang pada metode
Babcock menyebabkan sulitnya pembacaan
skala. Sama seperti metode Babcock, metode ini tidak
menentukan posfolipid. Dr.RH : Analisis
Makanan_3. Analisis Lemak 8
Metode deterjen
Sampel dicampur dengan kombinasi surfaktan dalam
botol Babcock. Surfaktan akan
menggantikan membran yang menyelubungi droplet
emulsi dalam sampel susu,
menyebabkan lemak terpisah. Sampel disentrifugasi
sehingga lemak akan berada di leher
botol sehingga kadar bisa ditentukan.
4.4. Metode Instrumentasi
Ada banyak metode instrumen tersedia untuk penentuan
kadar lemak total dalam makanan.
Berdasarkan prinsip fisikokimianya, metode-metode
ini dikategorikan berdasarkan 3 prinsip
yaitu : (i) penentuan sifat fisik, (ii)
pengukuran kemampuan absorpsi radiasi
gelombang
elektromagnetik, dan (iii) pengukuran kemampuan
memantulkan radiasi gelombang
elektromagnetik. Masing-masing metode mempunyai
keuntungan dan kerugian, serta
kelompok sampel makanan yang memungkinkan untuk
diuji.
Dr.RH :
Analisis Makanan_3. Analisis Lemak 9
5. Penentuan Karakteristik atau Sifat Kimia Lemak
5.1. Bilangan Iodium
Bilangan iodium merupakan ukuran derajat
ketidakjenuhan, menunjukkan jumlah ikatan
rangkap C=C dalam sejumlah lemak atau minyak. Bilangan
iodium dinyatakan sebagai gram
iodium yang diserap per 100 g sampel. Semakin tinggi
derajat ketidakjenuhan, semakin
banyak iodium terserap dan semakin tinggi nilai
bilangan iodium.
Prosedur :
Sejumlah lemak atau minyak yang sudah dilarutkan
dalam solven, direaksikan dengan
sejumlah iodium (bisa digunakan I2, ICl atau IBr).
Adisi halogen pada ikatan rangkap terjadi
sesuai persamaan [3]. Kalau digunakan ICl atau IBr,
larutan KI ditambahkan untuk
mereduksi sisa ICl menjadi iodium (I2) bebas
(persamaan [4]). Iodium yang terlepas
dititrasi
dengan Natrium tiosulfat standar menggunakan
indikator amylum (persamaan [5]), dan
bilangan iodium dihitung dengan persamaan [6]
Dimana :
5.2. Bilangan Penyabunan
Penyabunan adalah proses pemutusan lemak netral
menjadi gliserol dan asam lemak dengan
adanya alkali (persamaan 8). Dr.RH : Analisis Makanan_3. Analisis
Lemak 10
Bilangan penyabunan merupakan jumlah basa yang
diperlukan untuk menyabunkan sejumlah
lemak atau minyak, dinyatakan sebagai miligram KOH
yang dibutuhan untuk menyabunkan
1 gram sampel.
Bilangan penyabunan merupakan indeks rata-rata berat
molekul triasilgliserol dalam sampel.
Semakin kecil bilangan saponifikasi, semakin panjang
rata-rata rantai asam lemak.
Dimana :
Prosedur :
Larutan alkoholik kalium hidroksida berlebih
ditambahkan ke dalam sampel dan larutan
dipanaskan untuk menyabunkan lemak. KOH yang
tidak bereaksi dititrasi dengan HCl
standar menggunakan indikator fenol ftalein, dan
bilangan penyabunan dihitung dengan
persamaan [9].
Dr.RH :
Analisis Makanan_3. Analisis Lemak 11
5.3. Bilangan Asam
Pengukuran keasaman suatu lemak menunjukkan jumlah
asam lemak yang dihidrolisis dari
triasilgliserol [persamaan 11]. Asam lemak adalah
persentase bobot dari asam lemak tertentu
(misalkan persen asam oleat).
Bilangan asam didefinisikan sebagai mg KOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam
lemak yang ada di 1 g lemak atau minyak.
Bilangan asam sering digunakan sebagai indikator
kualitas untuk minyak goreng, dengan
nilai batas adalah 2 mg KOH/ g minyak.
Prosedur :
Pada sampel lemak cair, ditambahkan etanol 95%
netral dan indikator pp. Sampel kemudian
dititrasi dengan NaOH dan persen asam lemak bebas
dihitung dengan persamaan [13].
Di mana : Dr.RH : Analisis Makanan_3. Analisis
Lemak 12
5.4. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida didefinisikan sebagai
miliequivalen (mEq) peroksida per kg sampel.
Bilangan peroksida ditentukan dengan titrasi redoks.
Diasumsikan bahwa senyawa yang
bereaksi di bawah kondisi uji adalah peroksida atau
produk sejenis dari oksidasi lipid.
Prosedur :
Lemak atau sampel minyak dilarutkan dalam asam
asetat glasial-isooktan (3:2). Dengan
penambahan kalium iodida berlebih (yang akan
bereaksi dengan peroksida), akan diproduksi
iodium [persamaan 14]. Larutan kemudian dititrasi
dengan larutan Na thiosulfat standar
dengan indikator amilum. Bilangan peroksida dihitung
dengan persamaan [15].
Dimana :
Aplikasi :
Bilangan peroksida mengukur produk transisi dari
oksidasi (setelah terbentuk, peroksida dan
hidroperoksida berubah jadi produk lain). Nilai yang
rendah menunjukkan awal maupun
oksidasi lanjut, yang bisa dibedakan dengan mengukur
bilangan peroksida dari waktu ke
waktu atau dengan mengukur produk oksidasi
sekunder.
Untuk penentuan dalam sampel makanan, kerugian dari
metode ini adalah sampel yang
digunakan sekitar 5 g, sehingga sulit mendapat
jumlah yang cukup bila sampel akann rendah
lemak.
Makanan berkualitas baik, lemak dan minyak yang
berbau segar akan mempunyai bilangan
peroksida nol atau mendekati nol. Bilangan peroksida
>20 menunjukkan kualitas minyak atau
lemak yang sangat buruk, biasanya teridentifikasi
dari bau yang tidak enak. Untuk minyak
kedelai, bilangan peroksida 1-5, 5-10 dan >10
menunjukkan berturut-turut tingkat oksidasi
rendah, sedang dan tinggi.